Kamis, 14 Juni 2012

BAHASA SEMIOTIKA FERDINAND de SUASSURE


PiramidaTerbalik
Belajar menulis berita bagi wartawan pemula memang membingungkan karena mereka harus mengikuti aturan penulisan cerita yang bertentangan dengan apa yang mereka pelajari di sekolah. Mereka diminta bercerita dengan urutan informasi yang terbalik dari metode tradisional. Mereka diminta membuat kata dan kalimat yang pendek, menulis dengan kata kerja, paragrap yang berbeda dari yang pernah mereka pelajari dan manyak lagi. Kemudian, selagi berusaa mengingat semuanya itu, mereka diminta menyelesaikan tulisannya dalam waktu yang singkat. Belajar menulis untuk surat kabar adalah suatu proses yang menuntut kesungguhan usaha dan konsentrasi. Peraturan penulisan untuk surat kabar itu adalah suatu pertumbuhan dari tuntutan untuk berkomunikasi dengan audiences, yang berkembang dari dulu sebagai jawaban dari perubahan teknologi komunikasi.

Gaya penulisan pada zaman kolonial di Amerika dulu berbeda dari satu berita ke berita yang lain dalam satu surat kabar dan antara percetakan yang satu dengan yang percetakan yang lain, cenderung tidak berseni, memakai bahasa kasar sehari-hari dan naïf. Karena dianggap bahwa semua pembaca membaca seluruh isi surat kabar, maka tidak dibutuhkan suatu struktur berita untuk membangkitkan perhatian mereka.

Keadaan ini mulai berubah pada ahir tahun 1840-an, ketika surat kabar dihubungkan dengan penggunaan telegraf. Ketika itu timbul tekanan untuk mengubah cara penulisan berita. Hanya karena tindakan sederhana, yaitu mengirim berita melalui telegraf, wartawan surat kabar terpaksa harus menerapkan disiplin baru. Biaya telegraph waktu itu mahal pelayanan telegraf kerap terputus dan ada persaingan antar surat kabar. Adalah hal yang biasa bila terjadi suatu bencana, sejumlah wartawan meyerbu satu operator telegraph, masing-masing menuntut untuk mendapat pelayanan lebih dulu. Untuk menghindari “pertumpahan darah”, pelayan telegraph menerapkan peraturan untuk mengirim satu paragraph untuk setiap tulisan wartawan, bergiliran, kemudian mengirim paragraph yang berikutnya dan begitu seterusnya.

Dihadapkan dengan kemungkinan bahwa surat kabar mereka hanya menerima satu atau dua paragraf sebelum deadline, maka wartawan membuat paragraph pertama dari cerita mereka menjadi suatu ringkasan yang lengkap dari berita. Kemudian, ketika mereka mendapatkan waktu tambahan, mereka akan mengirimkan detail nya tetapi selalu dalam urutan kepentingan yang makin berkurang. Dengan membangun tulisan yang memuat ringkasan, atau lead, pada awal dan detail para akhir, wartawan melindungi dirinya, terlepas dimana berita itu mungkin terpotong karena terputusnya komunikasi atau deadline surat kabar, laporan mereka tetap dapat dimengerti seluruhnya. Maka lahirlah tulisan “piramida terbalik” dasar bagi jurnliasme modern dan kutukan bagi mereka yang baru belajar menulis berita.

Pada tahun 1880-an, kantor berita Associated Press menginstruksikan para penulisnya untuk menyampaikan semua fakta penting dalam paragraph pertama. John P. Dunning, seorang koresponden AP, yang meliput bencana topan di Samoa pada tahun 1889, menulis paragraph pembuka atau lead yang kemudian menjadi model pada masa itu :
Apia, Samoa, 30 maret – Topan yang paling dahsyat dan merusak yang pernah terjadi di Pacific Selatan melanda kepulawan Samoa pada tanggal 16 dan 17 Maret, dan sebagai akibatnya sebuah armada dengan enam kapal perang, dan sepuluh kapal lainnya hancur kandas di atas karang pelabuhan atau terhempas ke pantai di hadapan kota kecil Apia, dan 142 perwira dan orang-orang dari angkatan laut Amerika dan Jerman tidur selamanya di batu karang atau terkubur di kuburan tanpa tanda pengenal, ribuan mill dari negeri asal mereka.

Menurut ukuran sekarang, pembuka di atas terlalu panjang dan bertele-tele. Namun Dunning menunjukkan bahwa penulis yang baik bisa menjawab tuntutan gaya telegraphic dan tetap masih bisa menyampaikan berita itu dengan cara dramatik dan menarik. Berita yang dibuat dengan gaya demikian pun memungkinkan untuk dipotong secara drastis tanpa harus ditulis ulang sehingga membuat pekerjaan lebih mudah. Karena berita bisa dipotong dari bawah ke atas untuk menjawab keterbatasan ruang, maka bentuk piramida terbalik ini sangat cocok untuk surat kabar. Akhirnya, bagi pembaca yang tidak punya banyak waktu, bentuk tulisan ini memungkinkan mereka untuk menentukan berita mana yang mereka pilih untuk dibaca setelah sekilas membaca paragraf pertama atau lead, dari seluruh berita yang disajikan surat kabar.
Pada berita lugas, wartawan ingin menyampaikan informasi penting. Maka pembukaan atau lead ditempatkan pada awal berita, yang isinya berupa fokus peristiwa atau rikasan tentang apa yang terjadi. Karena itu disebut pembuka ringkasan (summary lead) pembukaan ini harus didukung oleh penjelasan yang isinya memperkuat informasi dalam pembuka misalnya pernyataan-pernyataan atau kutipan yang menjelaskan masalah utamanya dan keterangan-keterangan lain yang berhasil digali wartawan.

Pada berita lunak, wartawan ingin bercerita maka ia tidak memulai ceritanya dengan pembuka ringkasan yang berisi fokus peristiwa seperti pada berita lugas. Wartawan memilih kalimat pembukaan yang lebih kreatif, yang memancing pembaca, sehingga kalimat atau paragraf yang berisi fokus atau gagasan utama itu tidak lagi ditempatkan pada awal cerita. Kalimat atau paragraf yang berisi fokus dalam berita halus ini disebut nutshell paragraph, atau disebut nut graph saja. Karena pembaca umumnya tidak sabar untuk mengetahui inti (fokus) cerita, maka sebaliknya paragraf inti atau nut graph ini ditempatkan di dalam lima paragraf pertama dan cerita.
Secara keseluruhan pola penulisan berita halus atau feature :
Pembukaan yang dirancang untuk menarik perhatian pembaca.
Lead berupa kalimat atau paragraf yang mengajak atau mengusik pembaca agar mau melanjutkan baca. Isinya satu atau berupa fakta dasar : siapa, apa, bila, di mana, mengapa, bagaimana, lalu apa.
Dasar ini dikenal sebagai 5W+1H seperti yang diperkenalkan Rudyard Kipling, wartawan muda Inggris pada tahun 1890-an di India :
1.    keep six honest serving man/ (they taught me all I knew)/ their names are What and Why and When/And Where and How and Who. Tetapi jurnalisme sekarang perlu menambah unsur “So What” yang menyelidiki kedalaman implikasi suatu peristiwa atau situasi. Kebanyakan peristiwa tidak berdiri sendiri; mereka berhubungan dengan perkembangan dan issue yang menjadi perhatian masyarakat.
2.    Gambaran umum (general statement) tentang tema cerita. Bagian ini disebut paragraf inti bisa singkat dan eksplisit, bisa juga terdiri dari beberapa paragraf.
3.    Dua atau lebih butir pendukung dari tema cerita. Bagian ini adalah tubuh dari artikel.
Tubuh berita berisi fakta atau kutpian yang mendukung lead, termasuk menyebutkan (attribution) sumber informasi.
4.    Penutup atau ending yang kuat. Jika feature ditulis dengan baik, pembaca akan, membaca sampai akhir cerita. Lakukanlah ini dengan anekdot yang menarik, suatu sentuhan humor, kutipan penting, atau umpan untuk komentar. Banyak penutup yang dikaitkan dengan pembukaan feature, sehingga pertanyaan yang timbul pada paragraf pembukaan terjawab dengan puas pada akhir cerita.

Penutup atau ending, umumnya berisi kutipan sumber utama yang menyimpulkan issu
keseluruhan, penjelasan mengenai tindakan selanjutnya atau fakta tambahan lain.

SYARAT JUDUL BERITA

Judul adalah identitas berita. Tanpa judul, berita sehebat apapun tidak ada artinya. Judul berita sangat mendasar dilihat dari duasisi kepentingan.

Pertama, bagi berita itu sendiri. Tanpa judul, ia adalah sesuatu yang anonim, tak dikenal, abstrak, sehingga tak akan bicara apa-apa. Ia tak mampu memberi pesan, padahal salah satu inti komunikasi adalah pesan. Kedua, bagi khalayak pembaca. Judul adalah pemicu daya tarik pertama vagi pembaca untuk membaca suatu berita, atau justru segera melewati dan melupakannya. Judul berita yang baik harus memenuhi delapan syarat.

1.      Provokatif
Provokatif berarti judul yang kita harus buat harus membangkitkan minat dan perhatia sehingga khalayak pembaca tergoda seketika untuk membaca berita yang kita tulis, minimal sampai teras berita sampai perangkainya (bridge). Atau dua paragrap pertama yang memuat unsure 5W+1H (Who, What. When, Where, Why, How). Sifatnya psikologis. Fungsinya sangat strategis dan taktis. Kita mencubit wilayah afeksi, intuisi dan emosi mereka dalam bahasa pemasaran, judul adalah iklan bagi dan dalam dunia industri modern iklan menjadi penentu sukses-gagalnya pemasaran suatu produk ke tengah-tengah global. Bagi mereka tak ada produk yang baik tanpa iklan yang baik.
2.      Singkat dan Padat
Singkat dan padat berarti menusuk jantung, tegas, lugas, terfokus, menukik pada pokok intisari berita, tidak bertele-tele. Bagi pers judul yang singakat sangat diperlukan, paling tidak karena dua alasan. Pertama, karena keterbatasan tempat pada halaman-halaman media. Kedua, karena waktu dan situasi yang dimiliki pembaca sangat terbatas dan bergegas. Secara teknis, judul berita yang baik tidak lebih dari 4-7 kata.
3.      Relevan
Relevan artinya berkaiatn atau sesuai dengan pokok susunan pesan terpenting yang ignin disampaikan. Tidak menyimpang dari teras berita. Judul yang baik harus diambil dariteras berita (lead). Sedangkan teras berita yang baik harus mencerminkan keseluruhan uraian berita. Bagaiamnapun, judul berita sangat berlainann dengan judul yang biasa kita temukian pada karya-karya fiksi seperti cerita pendek atau novel. Pada cerita pendek, setiap kata yang terdapat dalam bangunan cerita dapat kita jadikan judul. Bebas, semau kita saja.
4.      Fungsional
Fungsional artinya seriap kata yang terdapat pada judul bersifat mandiri, berdiri sendiri, tidak bergantung pada kata yang lain, serta memilki arti yang tegas dan jelas. Sekalipun demikian, ketika digabung, kata-kata yang mnaidir itu melahirkn satu kesatuan pengertian dan makna yang utuh. Tidak saling menolak atau saling menagasikan.
5.      Formal
Berbeda dengan judul artikel yang sifatnya informl, maka judul berita harus dan wajib bersifat formal. Filosofinya: berita ditulis dengan tekhnik melaporkan. Formal berarti resmi, langsung menukik pada pokok masalah, sekaligus menghindari basa-basi dan eufimisme yang tidak perlu. Formal juga berarti judul yang kita buat tidak mendayu-dayu, tidak meliuk-liuk, tidak ragu-ragu apalagi mendua (ambigu).


6.      Representatif
Representative berarti judul berita yang sudah kita tetapkan memamg mewakili dan mencerminkan teras berita. Merujuk pada logika dan faedah penelitian ilmiah, judul berita harus mengandung dua variable: variabel bebas dan variabel terkait.
7.      Merujuk pada bahasa baku
judul adalah identitas terpenting sebuah berita. Sebagai identitas, tentu posisis dan repoutasi media yang memuat, menyiarkan atau yang menayangkannya dipertaruhkan. Bahkan karakter dan profesionalitas media sedikit banyak tercermin pada judul-judul berita yang ditulisnya.
8.      Spesifik
spesifik berarti judul berita tidak saja harus mewakili dan mencerminkan teras berita, tetapi juga sekaligus harus mengandung kata-kata khusus. Spesifik berarti pula judul berita jangan menggunakan kata-kata umum. Menurut para pakar bahasa, kata-kata umum kata-kata yang luas ruang lingkupnya. Kata-kata khusus ialah kata-kata yang sempit ruang lingkupnya. Makin umum, makin kabur gambarannya. Sebaliknya, makin khusus, makin jelas dan tepat gambarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar