PiramidaTerbalik
Belajar menulis berita bagi wartawan pemula memang
membingungkan karena mereka harus mengikuti aturan penulisan cerita yang bertentangan
dengan apa yang mereka pelajari di sekolah. Mereka diminta bercerita dengan
urutan informasi yang terbalik dari metode tradisional. Mereka diminta membuat
kata dan kalimat yang pendek, menulis dengan kata kerja, paragrap yang berbeda
dari yang pernah mereka pelajari dan manyak lagi. Kemudian, selagi berusaa
mengingat semuanya itu, mereka diminta menyelesaikan tulisannya dalam waktu
yang singkat. Belajar menulis untuk surat kabar adalah suatu proses yang
menuntut kesungguhan usaha dan konsentrasi. Peraturan penulisan untuk surat
kabar itu adalah suatu pertumbuhan dari tuntutan untuk berkomunikasi dengan
audiences, yang berkembang dari dulu sebagai jawaban dari perubahan teknologi
komunikasi.
Gaya penulisan pada zaman kolonial di Amerika dulu berbeda
dari satu berita ke berita yang lain dalam satu surat kabar dan antara
percetakan yang satu dengan yang percetakan yang lain, cenderung tidak berseni,
memakai bahasa kasar sehari-hari dan naïf. Karena dianggap bahwa semua pembaca
membaca seluruh isi surat kabar, maka tidak dibutuhkan suatu struktur berita
untuk membangkitkan perhatian mereka.
Keadaan ini mulai berubah pada ahir tahun 1840-an,
ketika surat kabar dihubungkan dengan penggunaan telegraf. Ketika itu timbul
tekanan untuk mengubah cara penulisan berita. Hanya karena tindakan sederhana,
yaitu mengirim berita melalui telegraf, wartawan surat kabar terpaksa harus
menerapkan disiplin baru. Biaya telegraph waktu itu mahal pelayanan telegraf
kerap terputus dan ada persaingan antar surat kabar. Adalah hal yang biasa bila
terjadi suatu bencana, sejumlah wartawan meyerbu satu operator telegraph,
masing-masing menuntut untuk mendapat pelayanan lebih dulu. Untuk menghindari
“pertumpahan darah”, pelayan telegraph menerapkan peraturan untuk mengirim satu
paragraph untuk setiap tulisan wartawan, bergiliran, kemudian mengirim
paragraph yang berikutnya dan begitu seterusnya.
Dihadapkan dengan kemungkinan bahwa surat kabar mereka
hanya menerima satu atau dua paragraf sebelum deadline, maka wartawan membuat
paragraph pertama dari cerita mereka menjadi suatu ringkasan yang lengkap dari
berita. Kemudian, ketika mereka mendapatkan waktu tambahan, mereka akan
mengirimkan detail nya tetapi selalu dalam urutan kepentingan yang makin
berkurang. Dengan membangun tulisan yang memuat ringkasan, atau lead, pada awal
dan detail para akhir, wartawan melindungi dirinya, terlepas dimana berita itu
mungkin terpotong karena terputusnya komunikasi atau deadline surat kabar,
laporan mereka tetap dapat dimengerti seluruhnya. Maka lahirlah tulisan
“piramida terbalik” dasar bagi jurnliasme modern dan kutukan bagi mereka yang
baru belajar menulis berita.
Pada tahun 1880-an, kantor berita Associated Press
menginstruksikan para penulisnya untuk menyampaikan semua fakta penting dalam
paragraph pertama. John P. Dunning, seorang koresponden AP, yang meliput
bencana topan di Samoa pada tahun 1889, menulis paragraph pembuka atau lead
yang kemudian menjadi model pada masa itu :
Apia, Samoa,
30 maret – Topan yang paling dahsyat dan merusak yang pernah terjadi di Pacific
Selatan melanda kepulawan Samoa pada tanggal 16 dan 17 Maret, dan sebagai
akibatnya sebuah armada dengan enam kapal perang, dan sepuluh kapal lainnya
hancur kandas di atas karang pelabuhan atau terhempas ke pantai di hadapan kota
kecil Apia, dan 142 perwira dan orang-orang dari angkatan laut Amerika dan
Jerman tidur selamanya di batu karang atau terkubur di kuburan tanpa tanda
pengenal, ribuan mill dari negeri asal mereka.
Menurut ukuran sekarang, pembuka di atas terlalu
panjang dan bertele-tele. Namun Dunning menunjukkan bahwa penulis yang baik
bisa menjawab tuntutan gaya telegraphic dan tetap masih bisa menyampaikan
berita itu dengan cara dramatik dan menarik. Berita yang dibuat dengan gaya
demikian pun memungkinkan untuk dipotong secara drastis tanpa harus ditulis
ulang sehingga membuat pekerjaan lebih mudah. Karena berita bisa dipotong dari
bawah ke atas untuk menjawab keterbatasan ruang, maka bentuk piramida terbalik
ini sangat cocok untuk surat kabar. Akhirnya, bagi pembaca yang tidak punya
banyak waktu, bentuk tulisan ini memungkinkan mereka untuk menentukan berita
mana yang mereka pilih untuk dibaca setelah sekilas membaca paragraf pertama
atau lead, dari seluruh berita yang disajikan surat kabar.
Pada berita lugas, wartawan ingin menyampaikan
informasi penting. Maka pembukaan atau lead ditempatkan pada awal berita, yang
isinya berupa fokus peristiwa atau rikasan tentang apa yang terjadi. Karena itu
disebut pembuka ringkasan (summary lead) pembukaan ini harus didukung oleh penjelasan
yang isinya memperkuat informasi dalam pembuka misalnya pernyataan-pernyataan
atau kutipan yang menjelaskan masalah utamanya dan keterangan-keterangan lain
yang berhasil digali wartawan.
Pada berita lunak, wartawan ingin bercerita maka ia
tidak memulai ceritanya dengan pembuka ringkasan yang berisi fokus peristiwa
seperti pada berita lugas. Wartawan memilih kalimat pembukaan yang lebih
kreatif, yang memancing pembaca, sehingga kalimat atau paragraf yang berisi
fokus atau gagasan utama itu tidak lagi ditempatkan pada awal cerita. Kalimat
atau paragraf yang berisi fokus dalam berita halus ini disebut nutshell
paragraph, atau disebut nut graph saja. Karena pembaca umumnya tidak sabar
untuk mengetahui inti (fokus) cerita, maka sebaliknya paragraf inti atau nut
graph ini ditempatkan di dalam lima paragraf pertama dan cerita.
Secara keseluruhan pola penulisan berita halus atau
feature :
Pembukaan
yang dirancang untuk menarik perhatian pembaca.
Lead berupa
kalimat atau paragraf yang mengajak atau mengusik pembaca agar mau melanjutkan
baca. Isinya satu atau berupa fakta dasar : siapa, apa, bila, di mana, mengapa,
bagaimana, lalu apa.
Dasar ini dikenal sebagai 5W+1H seperti yang
diperkenalkan Rudyard Kipling, wartawan muda Inggris pada tahun 1890-an di India
:
1. keep six honest serving man/ (they
taught me all I knew)/ their names are What and Why and When/And Where and How
and Who. Tetapi jurnalisme sekarang perlu menambah unsur “So What” yang
menyelidiki kedalaman implikasi suatu peristiwa atau situasi. Kebanyakan
peristiwa tidak berdiri sendiri; mereka berhubungan dengan perkembangan dan
issue yang menjadi perhatian masyarakat.
2. Gambaran umum (general statement)
tentang tema cerita. Bagian ini disebut paragraf inti bisa singkat dan
eksplisit, bisa juga terdiri dari beberapa paragraf.
3. Dua atau lebih butir pendukung dari
tema cerita. Bagian ini adalah tubuh dari artikel.
Tubuh berita berisi fakta atau kutpian yang mendukung lead, termasuk menyebutkan (attribution) sumber informasi.
Tubuh berita berisi fakta atau kutpian yang mendukung lead, termasuk menyebutkan (attribution) sumber informasi.
4. Penutup atau ending yang kuat. Jika
feature ditulis dengan baik, pembaca akan, membaca sampai akhir cerita.
Lakukanlah ini dengan anekdot yang menarik, suatu sentuhan humor, kutipan
penting, atau umpan untuk komentar. Banyak penutup yang dikaitkan dengan
pembukaan feature, sehingga pertanyaan yang timbul pada paragraf pembukaan
terjawab dengan puas pada akhir cerita.
Penutup atau
ending, umumnya berisi kutipan sumber utama yang menyimpulkan issu
keseluruhan,
penjelasan mengenai tindakan selanjutnya atau fakta tambahan lain.
SYARAT JUDUL
BERITA
Judul adalah identitas berita. Tanpa judul, berita
sehebat apapun tidak ada artinya. Judul berita sangat mendasar dilihat dari
duasisi kepentingan.
Pertama, bagi berita itu sendiri. Tanpa judul, ia
adalah sesuatu yang anonim, tak dikenal, abstrak, sehingga tak akan bicara
apa-apa. Ia tak mampu memberi pesan, padahal salah satu inti komunikasi adalah
pesan. Kedua, bagi khalayak pembaca. Judul adalah pemicu daya tarik pertama
vagi pembaca untuk membaca suatu berita, atau justru segera melewati dan
melupakannya. Judul berita yang baik harus memenuhi delapan syarat.
1. Provokatif
Provokatif
berarti judul yang kita harus buat harus membangkitkan minat dan perhatia
sehingga khalayak pembaca tergoda seketika untuk membaca berita yang kita tulis,
minimal sampai teras berita sampai perangkainya (bridge). Atau dua paragrap
pertama yang memuat unsure 5W+1H (Who, What. When, Where, Why, How). Sifatnya
psikologis. Fungsinya sangat strategis dan taktis. Kita mencubit wilayah
afeksi, intuisi dan emosi mereka dalam bahasa pemasaran, judul adalah iklan
bagi dan dalam dunia industri modern iklan menjadi penentu sukses-gagalnya
pemasaran suatu produk ke tengah-tengah global. Bagi mereka tak ada produk yang
baik tanpa iklan yang baik.
2. Singkat dan Padat
Singkat dan
padat berarti menusuk jantung, tegas, lugas, terfokus, menukik pada pokok
intisari berita, tidak bertele-tele. Bagi pers judul yang singakat sangat
diperlukan, paling tidak karena dua alasan. Pertama, karena keterbatasan tempat
pada halaman-halaman media. Kedua, karena waktu dan situasi yang dimiliki
pembaca sangat terbatas dan bergegas. Secara teknis, judul berita yang baik
tidak lebih dari 4-7 kata.
3. Relevan
Relevan
artinya berkaiatn atau sesuai dengan pokok susunan pesan terpenting yang ignin
disampaikan. Tidak menyimpang dari teras berita. Judul yang baik harus diambil
dariteras berita (lead). Sedangkan teras berita yang baik harus mencerminkan
keseluruhan uraian berita. Bagaiamnapun, judul berita sangat berlainann dengan
judul yang biasa kita temukian pada karya-karya fiksi seperti cerita pendek
atau novel. Pada cerita pendek, setiap kata yang terdapat dalam bangunan cerita
dapat kita jadikan judul. Bebas, semau kita saja.
4. Fungsional
Fungsional
artinya seriap kata yang terdapat pada judul bersifat mandiri, berdiri sendiri,
tidak bergantung pada kata yang lain, serta memilki arti yang tegas dan jelas.
Sekalipun demikian, ketika digabung, kata-kata yang mnaidir itu melahirkn satu
kesatuan pengertian dan makna yang utuh. Tidak saling menolak atau saling
menagasikan.
5. Formal
Berbeda
dengan judul artikel yang sifatnya informl, maka judul berita harus dan wajib
bersifat formal. Filosofinya: berita ditulis dengan tekhnik melaporkan. Formal
berarti resmi, langsung menukik pada pokok masalah, sekaligus menghindari
basa-basi dan eufimisme yang tidak perlu. Formal juga berarti judul yang kita
buat tidak mendayu-dayu, tidak meliuk-liuk, tidak ragu-ragu apalagi mendua
(ambigu).
6. Representatif
Representative
berarti judul berita yang sudah kita tetapkan memamg mewakili dan mencerminkan
teras berita. Merujuk pada logika dan faedah penelitian ilmiah, judul berita
harus mengandung dua variable: variabel bebas dan variabel terkait.
7. Merujuk pada bahasa baku
judul adalah
identitas terpenting sebuah berita. Sebagai identitas, tentu posisis dan
repoutasi media yang memuat, menyiarkan atau yang menayangkannya dipertaruhkan.
Bahkan karakter dan profesionalitas media sedikit banyak tercermin pada judul-judul
berita yang ditulisnya.
8. Spesifik
spesifik
berarti judul berita tidak saja harus mewakili dan mencerminkan teras berita,
tetapi juga sekaligus harus mengandung kata-kata khusus. Spesifik berarti pula
judul berita jangan menggunakan kata-kata umum. Menurut para pakar bahasa,
kata-kata umum kata-kata yang luas ruang lingkupnya. Kata-kata khusus ialah
kata-kata yang sempit ruang lingkupnya. Makin umum, makin kabur gambarannya.
Sebaliknya, makin khusus, makin jelas dan tepat gambarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar